NOTE: Kalo lo
masih suka sebel ketika lo ngeliat atau membaca sesuatu yang nggak lo setuju,
artinya lo belum dewasa-dewasa amat. Lo belum bisa memisahkan antara emosi dan
logika beragumen. Biasain deh nggak usah emosi. Ini ngelatih lo untuk menerima
sesuatu dari sudut pandang berbeda. Gue nulis blog ini no offense, ya. Gue pure
pengen banget nulis apa yang selama ini gue resahkan, dari sudut pandang gue.
Selamat mikir.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa hari yang lalu gue kumpul sama beberapa temen
disalah satu café bertema Korea deket rumah gue. Ada salah satu bahasan
menggelitik yang pengen banget gue bahas disini. Salah satu temen gue tiba-tiba bilang kalo dia udah nggak betah buat
jomblo.
Nggak tahu ya, apa karna kita beda frekuensi pikiran atau
gimana, gue takut kalo dia sebenernya cuma takut buat sendirian. Takut kalo
semuanya bakal menjadi nggak berarti kalo dia jalan sendirian. Insecure sama kemampuan diri sendiri
untuk bisa menjadi mandiri dalam menghadapi struggle-nya
kehidupan.
“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena
menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.” –Rectoverso,
Dee.
Entah kenapa kalimat dari novel Dewi Lestari itu nancep
banget dipikiran gue.
Kebanyakan dari orang yang gue perhatiin, mereka lebih takut
untuk menjadi sendirian daripada memperbaiki kualitas diri untuk mempersiapkan
seseorang yang bakal datang (buat lo) memiliki kualitas yang bagus juga. Yang equal sama diri kita.
Pasangan itu mirrors.
Menurut gue, jatuh cinta itu kayak persamaan matematika
sederhana.
Ketika lo pengen dapet pasangan yang punya nilai sembilan,
ya buat diri lo sembilan dulu.
Orang yang nilainya enam nggak bakal mungkin bisa bikin
orang nilai sembilan tertarik.
*Apalagi kalo ada orang
yang bilang, “Kamu itu nilainya terlalu tinggi, gue nggak bisa sejajar sama lo.”
Mending langsung tinggalin aja. Lo sama sekali nggak berhak buat bersama orang
kayak gitu.
Persamaannya nggak jalan.
Kalo lo punya niatnya biar nggak jomblo aja, buat apa?
Mending lo gunain waktu itu buat lebih mencintai diri lo
sendiri.
Kalo lo nggak bisa cinta sama diri lo sendiri, nggak bisa
sayang sama diri lo sendiri, gimana orang lain bisa ikut-ikutan cinta dan sayang
sama lo.
Kalo lo sayang diri lo sendiri, lo bakalan ngasih yang
terbaik buat diri sendiri. Lo bakalan merawat diri, mengapresiasi diri,
melindungi diri, mengemas diri dengan kemasan terbaik, ,mengisi diri dengan
pengetahuan terbaik menampilkan diri dengan kepribadian terbaik, dll. Lalu
orang lain yang ngelihat lo sangat terawat dan menarik kayak gitu, bakal
ikut-ikutan sayang sama lo.
Sebaliknya,
Kalo lo nggak sayang sama diri sendiri, lo nggak ngasih yang
terbaik buat diri lo. Lo nggak peduli kucel kayak apa. Lo nggak apresiasi,
nggak ngerawat, nggak dkemas, nggak diperhatiin, nggak diurus, lebih sayang junk food dibanding bentuk badan, dan
berbagai bentuk penelantaran-penelantaran lainnya. Lalu orang lain ngelihat lo
nggak keurus dan nggak menarik kayak gitu, lalu ikut-ikutan nggak sayang sama
lo.
Make sense, kan?
Itu udah menjawab semua kenapa orang lain nggak bisa
tertarik sama lo.
Lo butuh yang namanya cinta sama diri sendiri, sayang sama
diri sendiri.
Lakuin itu dulu. Nggak usah mikir kejauhan kalo lo nggak
kuat sendirian.
Hal lain, lo bisa cari potensi apa dalam diri lo yang selama
ini nggak bisa lo liat. Cari batas kemampuan diri lo sampe mana. Lakuin hal-hal
yang belum pernah lo lakuin.
Lo bisa ngelakuin semuanya sendirian. Lo-nya aja yang men-judge diri lo sendiri kalo nggak bakal mampu!
Suntuk?
Lo bisa travelling.
Bukan, ini bukan pergi ke Bali, terus foto-foto di bar
pinggir pantai terus upload ke social media. Tapi jalan-jalan ke pelosok Indonesia.
Naik angkutan umumnya. Ketemu orang-orangnya. Nyobain makanan tradisionalnya.
Kalo udah ada duit, bisa mulai agak jauh ke luar Indonesia.
Biar tau rasanya jadi minoritas dan belajar menumbuhkan empati.
Hidup mikirin status relationship cuma bikin hidup lo
terbuang sia-sia.
Apalagi ngurusin yang
namanya baper.
Dan menurut gue, mau dibungkus dengan pembelaan apapun,
baper adalah kesalahan diri sendiri karena berurusan dengan harapan yang lo
buat sendiri.
Grow up and take
responsibility of your own action and thoughts.
Capek sendirian?
Kalo lo nggak capek, berarti lo sedang nggak memperjuangkan
apapun dalam hidup lo.
Capek itu wajar kali.
Ada salah satu temen yang sempet tanya kayak gini ke gue, “Lo
pernah nggak sih, ngerasa butuh seseorang?”
Well,
Emang ada sih saat terendah dalam diri gue yang bener-bener
nggak bisa bangkit dan semacam males mikirin semuanya sendirian. Tapi apa, gue
masih punya Alloh.
Gue masih punya Yang Maha Segalanya dalam hidup gue.
Seriously, Dia
adalah satu-satunya tempat dimana gue bisa ngomong apa aja tanpa gue malu.
Tanpa harus gue menutupi sesuatu. Dia pasti dengerin gue. PASTI!
Dan ketika lo bener-bener berada di titik puncak dari
kesuntukan yang lo alamin, tenang aja. Nggak lama lagi juga bakal balik ke
titik nol lagi. Lo bakal ngerasa ter-refresh.
Setelah itu? Mulai lagi untuk menjadi positif dan perbaikin
kualitas diri, supaya lo bisa layak dapet orang yang nilainya sama, atau lebih
dari nilai diri lo sendiri.
4 comments
Isu remaja masa kini. setuju banget. Lanjutkann (y)
BalasHapusTerima kasih sahedd, sudah mampirrr 😀🙌
HapusCakep tulisannya, semoga sering2 nulis kaya gini.
BalasHapusterimakasih sisi sudah mampir ;))
Hapus